KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 129a/U/2004
TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999
tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom,
kewenangan
penyelenggaraan pendidikan, pemuda, dan
keolah-ragaan telah diserahkan kepada pemerintah
daerah;
b. bahwa untuk
menjamin ter-wujudnya mutu pendidikan
yang diselenggarakan
daerah, perlu menetapkan standar
pelayanan minimal
(SPM) bidang pendidikan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
2.
Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
3.
Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
4.
Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
5.
Keputusan Presiden
Republik Indomesia Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas
Departemen sebagai-mana telah diubah terakhir dengan
1
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001;
6.
Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004;
7.
Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 mengenai pembentukan Kabinet
Gotong-Royong;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini
yang dimaksud dengan :
1. Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja
pelayanan pendidikan yang diselenggarakan Daerah.
2. Pelayanan dasar kepada
masya-rakat adalah fungsi
Pemerintah dalam
memenuhi dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk
meningkatkan taraf
ke-sejahteraan rakyat;
3. Daerah adalah Daerah Otonom Provinsi dan Kabupaten/Daerah Otonom Kota;
4.
Kepala Daerah adalah
Gubernur bagi Daerah Propinsi, Bupati bagi Daerah Kabupaten dan Walikota bagi
Daerah Kota;
5. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom
yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;
6. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Menteri
Pendidikan Nasional;
7. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan
nasional;
2
BAB II
KEWENANGAN
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan satuan pen-didikan luar
biasa (Pendidikan Khusus) menjadi wewenang Pemerintah Propinsi.
(2) Penyelenggaraan satuan pendi-dikan dasar dan
menengah termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota
menyelenggara-kan pendidikan berdasarkan standar pelayanan minimal pendidikan.
(4) Standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana di-maksud pada ayat
(3) meliputi pelayanan pendidikan, pemuda dan olahraga yang mencakup semua
jenis pelayanan hingga mencapai indikator kinerja minimal.
BAB III
STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
PENDIDIKAN DASAR
Pasal 3
Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI)
terdiri atas :
a. 95 persen anak dalam kelompok usia 7-12 tahun
bersekolah di SD/MI.
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak
melebihi 1 persen dari jumlah sis-wa yang bersekolah.
c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan
standar teknis yang ditetapkan secara nasional.
d. 90 persen dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi.
e. 90 persen guru SD/MI memiliki kualifikasi sesuai dengan kompe-tensi yang
ditetapkan secara nasional .
f. 95 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
g. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara 30 - 40 siswa.
h. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu
pen-didikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran
membaca, menulis dan berhitung untuk kelas III dan mata pelajaran bahasa,
matematika, IPA dan IPS untuk kelas V.
i. 95 persen dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama
(SMP)/Madrasah Tsana-wiyah (MTs).
3
(1) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas:
a.
90 persen anak dalam kelompok usia 13 -15
tahun bersekolah di SMP/MTs.
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang
ber-sekolah.
c.
90 persen sekolah memiliki sarana dan
prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara
nasional.
d. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya.
e.
90 persen dari jumlah guru SMP yang
diperlukan ter-penuhi.
f.
90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi,
sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
g. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
h. Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30 – 40 siswa.
i.
90 persen dari siswa yang mengikuti uji
sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I
dan II.
j.
70 persen dari
lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah
(MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
BAB IV
STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
PENDIDIKAN MENENGAH
Pasal 4
(1) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA)/Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas :
a.
60 persen anak dalam
kelompok usia 16 -18 tahun bersekolah di SMA/MA dan SMK;
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang
ber-sekolah.
c.
90 persen sekolah memiliki sarana dan
prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetap-kan secara
nasional.
d. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya.
e.
90 persen dari jumlah guru SMA/MA yang
diperlukan terpenuhi.
f.
90 persen guru SMA/MA memiliki kualifikasi
sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
g. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
h. Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara 30 – 40 siswa.
4
i.
90 persen dari siswa
yang mengikuti uji sampel mutu standar nasional mencapai nilai “memuaskan”
dalam mata pelajaran bahasa Inggris, Geografi, Matematika Dasar untuk kelas I
dan II
j.
25 persen dari lulusan SMA/ MA melanjutkan
ke perguruan tinggi yang ter-akreditasi.
(2) SPM Pendidikan SMK terdiri atas :
a.
Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1
persen dari jumlah siswa yang ber-sekolah.
b. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan
standar teknis yang di-tetapkan secara nasional.
c.
80 persen sekolah memiliki tenaga
kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non
mengajar lainnya.
d. 90 persen dari jumlah guru SMK yang diperlukan ter-penuhi.
e.
90 persen guru SMK memiliki kualifikasi
sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
f.
100 persen siswa memiliki buku pelajaran
yang lengkap setiap mata pelajaran.
g. Jumlah siswa SMK perkelas antara 30 – 40 siswa.
h. 20 persen dari lulusan SMK melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang
terakreditasi.
i.
20 persen dari lulusan SMK diterima di dunia
kerja sesuai dengan keahliannya.
BAB V
STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
PENDIDIKAN NON
FORMAL
Pasal 5
(1)
SPM pendidikan keaksaraan terdiri atas :
a. Semua penduduk usia pro-duktif (15-44 tahun) bisa
membaca dan menulis.
b. Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia 15-44 tahun tidak melebihi
7 persen.
c. Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia di atas 44 tahun tidak
melebihi 30 persen.
d. Tersedianya data dasar keaksaraan yang diperbarui
secara terus menerus.
(2)
SPM kesetaraan Sekolah Dasar (SD) terdiri
atas :
5
a. Sebanyak 85 persen dari jumlah penduduk usia
sekolah yang belum bersekolah di SD/MI menjadi peserta didik Program Paket A.
b. Peserta didik program paket A yang tidak aktif tidak melebihi 10 Persen.
c.
Sebanyak 100 persen peserta didik memiliki modul Program Paket
A.
d. Sejumlah 95 persen peserta didik yang mengikuti
ujian akhir Program Paket A lulus ujian kesetaraan.
e. Sejumlah 95 persen lulusan Program Paket A dapat melan-jutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (SMP, MTs, atau Program Paket B).
f. Sejumlah 90 persen peserta didik yang mengikuti uji sampel mutu
pendidikan men-dapat nilai memuaskan.
g. Sejumlah 100 persen dari tutor Program Paket A yang diperlukan
terpenuhi.
h. Sebanyak 90 persen tutor Program Paket A memiliki kualifikasi sesuai
dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
i. Sejumlah 90 persen pusat kegiatan belajar
masyarakat memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis
pembelajaran.
j. Sebanyak 100 persen peserta didik memiliki sarana belajar.
k. Tersedianya data dasar kesetaraan sekolah dasar yang diperbarui secara
terus menerus.
(3)
SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) terdiri atas :
a. Sebanyak 90 persen dari jumlah penduduk usia
sekolah yang belum bersekolah di SMP/MTs menjadi peserta didik Program Paket B.
b. Peserta didik Program Paket B yang tidak aktif tidak melebihi 10 Persen.
c. Sebanyak 100 persen peserta didik memiliki modul Program Paket B.
d. Sejumlah 80 persen peserta didik yang mengikuti ujian akhir Program
Paket B lulus ujian kesetaraan.
e. Sejumlah 50 persen lulusan Program Paket B dapat memasuki dunia kerja.
f. Sejumlah 50 persen lulusan Program Paket B dapat
me-lanjutkan ke jenjang pen-didikan yang lebih tinggi (SMA, SMK, MA, atau
Program Paket C).
g. Sejumlah 90 persen peserta didik Program Paket B yang mengikuti uji
sampel mutu pendidikan mendapat nilai memuaskan.
h. Sejumlah 100 persen tutor Program Paket B yang di-perlukan terpenuhi.
i. Sebanyak 90 persen tutor Program Paket B memiliki kualifikasi sesuai
dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
j. Sejumlah 90 persen pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki sarana dan
prasarana minimal sesuai dengan standar teknis pembelajaran.
k. Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang
di-perbarui secara terus menerus.
(4)
SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Atas (SMA)
terdiri atas:
a. Sebanyak 70 persen dari jumlah penduduk usia
sekolah yang belum bersekolah di SMA/MA, SMK menjadi pe-serta didik Program
Paket C.
6
b. Peserta didik Program Paket C yang tidak aktif tidak melebihi 5 Persen.
c.
Sebanyak 60 persen peserta didik memiliki modul Program Paket
C.
d. Sejumlah 80 persen peserta didik yang mengikuti ujian akhir Program
Paket C lulus ujian kesetaraan.
e. Sejumlah 60 persen lulusan Program Paket C dapat
memasuki dunia kerja.
f. Sejumlah 10 persen lulusan Program Paket C dapat me-lanjutkan ke jenjang
pendidik- an yang lebih tinggi.
g. Sejumlah 90 persen peserta didik Program Paket C yang mengikuti uji
sampel mutu pendidikan mendapat nilai memuaskan.
h. Sejumlah 100 persen tutor Program Paket C yang di-perlukan terpenuhi.
i. Sebanyak 90 persen tutor Program Paket C memiliki kualifikasi sesuai
dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
j. Sejumlah 90 persen pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki sarana dan
prasarana minimal sesuai dengan standar teknis pembelajaran.
k. Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
diperbarui secara terus menerus.
(5)
SPM Pendidikan Keterampilan dan Bermata
pencaharian terdiri atas:
a. Sebanyak 25 persen anggota masyarakat putus
sekolah, pengangguran, dan dari ke-luarga pra sejahtera menjadi peserta didik
dalam kursus-kursus/pelatihan/kelompok be lajar usaha/magang.
b. Sebanyak 100 persen lembaga kursus memiliki ijin ope-rasional dari
pemerintah atau pemerintah daerah.
c.
25 persen lembaga kursus dan lembaga
pelatihan ter-akreditasi.
d. Sebanyak 100 persen kursus/ pelatihan/kelompok belajar
usaha/magang dibina
secara terus menerus.
e. Sejumlah 90 persen lulusan
kursus, pelatihan, magang, kelompok belajar usaha dapat memasuki dunia kerja.
f. Sejumlah 100 persen tenaga pendidik, instruktur, atau penguji praktek
kursus-kursus/ pelatihan/kelompok belajar usaha/magang yang diperlu-
kan terpenuhi.
g. Sebanyak 90 persen tenaga pendidik,
instruktur, atau penguji praktek kursus/ pelatihan/kelompok belajar
usaha/magang memiliki kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang
di-persyaratkan.
h. Sejumlah
75 persen peserta ujian kursus-kursus memperoleh ijazah atau sertifikat.
i. Sejumlah 90 persen
kursus-kursus/pelatihan/kelompok be lajar usaha/magang memiliki sarana dan
prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan.
j. Tersedianya data dasar kursus - kursus/pelatihan/kelompok belajar
usaha/magang yang diperbarui secara terus menerus.
(6)
SPM Pendidikan Taman Kanak-kanak terdiri
atas :
a. 20 persen jumlah anak usia 4-6 tahun mengikuti
program TK/RA.
7
b. 90 persen guru layak mendidik TK/RA dengan
kualifikasi se-suai dengan standar kom-petensi yang ditetapkan se-cara
nasional.
c.
90 persen TK/RA memiliki sarana dan
prasarana belajar/ bermain.
d. 60 persen TK/RA menerapkan manajemen berbasis sekolah sesuai dengan
manual yang ditetapkan oleh Menteri.
(7)
SPM Pendidikan pada
Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain atau yang sederajat terdiri atas :
a. 65 persen anak dalam kelompok 0–4 tahun meng-ikuti kegiatan Tempat
Penitipan Anak, Kelompok Bermain atau yang sederajat.
b. 50 persen jumlah anak usia
4-6 tahun yang belum
ter-layani pada program PAUD jalur formal mengikuti program PAUD jalur non
formal.
c. 50 persen guru PAUD jalur non formal telah mengikuti pelatihan di bidang
PAUD.
BAB VI
STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
PENDIDIKAN
KEPEMUDAAN
Pasal 6
SPM Pendidikan
Kepemudaan terdiri atas :
a.
Tersedianya 5 program ke- pemudaan oleh
lembaga kepemudaan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan pemuda di bidang
kewirausahaan, kepemim-pinan, wawasan kebangsaan, kebudayaan dan, pendidikan.
b.
Partisipasi pemuda
dalam kegiatan pembangunan, pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan,
kesehatan, sosial ekonomi, dan kemasyarakatan meningkat 5 persen setiap tahun.
c.
Angka pengangguran pemuda menurun 5 persen
setiap tahun.
BAB VII
STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
PENDIDIKAN KEGIATAN
PENDIDIKAN OLAH RAGA
Pasal 7
SPM Olahraga Pendidikan,
Masyarakat dan Prestasi terdiri atas :
a.
65 persen jumlah siswa yang mengikuti
kegiatan cabang olahraga yang beragam diluar mata pelajaran olahraga di
sekolah.
b. 100 persen terbukanya kesem-patan bagi siswa untuk ber-partisipasi dan
berkreasi dalam pendidikan jasmani yang tertuang dalam kurikulum.
c.
70 persen siswa yang memiliki tingkat
kebugaran yang baik.
d.
15 Klub Olahraga Pelajar yang dibina di
wilayah kabupaten/kota.
8
e.
10 siswa per satuan
pendidikan yang terpilih mengikuti POPDA (Pekan Olahraga Pelajar Daerah)
tingkat provinsi.
f.
Satu lapangan terbuka dapat digunakan 5
sekolah.
g.
1 orang guru pendidikan jasmani mengajar 9
rombongan belajar.
h.
75 persen peralatan olahraga telah sesuai
dengan cabang olahraga.
i.
Berfungsinya BAPOPSI
(Badan Pembina Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia) di Kabupaten/Kota.
j.
7 cabang olahraga yang di- kompetisikan
secara teratur minimal setiap dua tahun sekali.
k.
80 persen berfungsinya Komite Olahraga
Nasional Daerah (KONIDA) tingkat Kabupaten/ Kota.
BAB VIII
STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
PENYELENGGARAAN
STATISTIK DAN PELAPORAN PENDIDIKAN,
PEMUDA, OLAH RAGA
Pasal 8
SPM
Pelayanan statistik dan pelaporan pendidikan, pemuda dan olahraga terdiri atas
:
a. 1 (satu) tahun sekali
statistik pendidikan, pemuda dan olahraga dikeluarkan secara resmi oleh
pemerintah.
b. 1 (satu) tahun sekali laporan kemajuan pendidikan, pemuda dan olahraga
disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat.
BAB IX
PENANGGUNG JAWAB
PENYELENGGARAAN SPM
Pasal 9
(1) Gubernur dan Bupati/Walikota
bertanggungjawab dalam penye-lenggaraan pendidikan, pemuda dan olahraga yang
menjadi wewenangnya sesuai Standar Pelayanan Minimal;
(2) Penyelenggaraan SPM Pendidikan sebagaimana
dimaksud ayat (1) secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan
Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing;
(3) Penyelenggaraan SPM Pendidikan merupakan
acuan dalam perencanaan program masing masing derah.
9
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 10
Sumber
pembiayaan SPM dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
BAB XI
PEMBINAAN
Pasal 11
(1) Pemerintah memfasilitasi penye-lenggaraan
pendidikan pemuda dan olah raga sesuai SPM antar Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Fasilitasi sebagai mana yang dimaksud pada
ayat (1) dalam bentuk penyusunan standar teknis, pedoman, pemberian bimbingan
teknis, pelatihan meliputi:
a. Perhitungan kebutuhan pe-layanan pendidikan, pemuda dan olahraga sesuai
Standar Pelayanan Minimal;
b. Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target Standar
Pelayanan Minimal;
c. Penilaian pengukuran kinerja;
d. Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal di bidang pendidikan, pemuda dan olahraga.
Pasal 12
Menteri melaksanakan supervisi dan pemberdayaan Daerah dalam
pe-nyelenggaraan pelayanan pendidikan, pemuda dan olahraga sesuai Standar
Pelayanan Minimal.
BAB XII
PENGAWASAN
Pasal 13
(1) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan
pengawasan dalam penyelenggaraan pendidikan, pemuda dan olahraga sesuai SPM di
daerah masing-masing.
10
(2) Gubernur Bupati/Walikota me-nyampaikan
laporan pencapaian kinerja penyelenggaraan pen-didikan, pemuda dan olahraga
sesuai SPM, kepada Menteri dan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 14
(1) Menteri melaksanakan evaluasi
penyelenggaraan pendidikan, pemuda dan olahraga sesuai SPM.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana di-maksud pada
ayat (1) dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal
Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 055/U/ 2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal
Penyeleng-garaan Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 16
Keputusan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2004
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
A. MALIK FADJAR
11
Komentar
Posting Komentar